Senin, 30 Juni 2014

Tugas 5: Harapan dan cita cita untuk indonesia

KONDISI NEGARA DAN BANGSA YANG PARAH
Dalam tulisan ini yang saya persembahkan kepada Legiun Veteran RI, saya tidak akan banyak berbicara tentang masa lampau. Tidak saja saya tidak mau masuk golongan orang yang hanya pandai membanggakan masa lampau ketika ia yang menjadi aktor sejarah, lebih-lebih lagi saya menganggap bahwa jauh lebih penting untuk memikirkan masa kini dan masa depan bangsa Indonesia yang sedang dalam keadaan yang amat memprihatinkan.
Memang bangsa dan negara Republik Indonesia yang kita cintai sedang dalam keadaan yang parah, berbeda sekali dengan apa yang kita idam-idamkan ketika kita mulai perjuangan menjadikan bangsa kita merdeka dan berdaulat.
Mungkin dalam ukuran materie kondisi rakyat kita antara tahun 1945 dan 1950 masih lebih buruk dari pada sekarang. Akan tetapi pada waktu itu kesengsaraan bersifat umum dan selain itu diimbangi dengan semangat perjuangan yang menggelora di antara bagian terbesar bangsa. Mungkin pada waktu itu juga sudah ada KKN, tetapi ukurannya amat terbatas sehingga tidak berpengaruh terhadap kondisi bangsa pada umumnya. Bangsa Indonesia bersatu dalam perjuangan untuk membela kemerdekaan yang baru diraih, menghadapi kaum penjajah yang hendak menguasai kita kembali.
Sekarang di samping kemiskinan dan kesengsaraan yang diderita rakyat ada segolongan orang yang kaya raya sehingga amat menonjol perbedaan dalam kehidupan kebanyakan rakyat yang sengsara dan segolongan kecil yang kaya. Hal itu diperberat lagi oleh perilaku golongan orang yang tanpa malu-malu memperkaya diri dengan cara yang tidak sah dan merugikan kepentingan negara dan bangsa. Bahkan Reformasi pada tahun 1998 tidak berhasil menghilangkan perilaku KKN itu dan malahan makin merajalela meliputi pejabat eksekutif maupun legislatif yang seharusnya justru mewakili kepentingan rakyat. Semangat perjuangan yang tertuju kepada kemuliaan negara dan bangsa hampir tidak ada, kalaupun ada semangat perjuangan maka itu adalah untuk memperkaya diri pribadi, keluarga atau golongan kecilnya.
Reformasi yang membangun kehidupan demokrasi berkembang tanpa dapat membatasi kebebasan yang berlebihan. Akibatnya adalah bahwa semua mengejar kepentingannya sendiri-sendiri tanpa mengacuhkan aturan dan ketentuan, tidak peduli terhadap kepentingan umum. Individualisme dan egoisme yang kasar itu terutama nampak jelas dalam kondisi lalu lintas, terutama di kota-kota. Pokoknya masing-masing mau menang dan untung sendiri, tidak penting bagaimana akibat dan dampaknya bagi masyarakat. Disiplin sosial dan nasional yang sebelum Reformasi sudah kurang memuaskan justru makin rendah dan buruk sejak Reformasi. Tampaknya kaum pimpinan atau elit bangsa yang begitu gemar dalam demokratisasi bangsa tidak atau tidak mau menyadari bahwa tidak mungkin ada demokrasi yang benar tanpa ada disiplin dan kekuasaan hukum serta peraturan. Buktinya, tidak ada pimpinan yang sanggup maju untuk memperbaiki keadaan yang makin parah itu. Padahal kekuasaan hukum dan disiplin tidak hanya penting untuk demokrasi, tetapi juga penting sekali untuk memperbaiki ekonomi yang parah dan kondisi sosial yang sedang ditimpa macam-macam persoalan, seperti pertentangan etnik dan kurang serasinya hubungan umat beragama dan lainnya.
Padahal di samping bangsa Indonesia harus mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam tubuhnya sendiri, tantangan yang datang dari luar makin hebat. Seperti globalisasi dengan segala aspeknya, perilaku dan sikap hegemonik AS sebagai satu-satunya adikuasa, makin berkembangnya teknologi komunikasi dalam bentuk Internet, dan lainnya.
Oleh sebab itu sebagai seorang Pejuang Legiun Veteran RI melalui tulisan ini saya mengajukan harapan tentang masa depan negara dan bangsa Indonesia tercinta. Semoga harapan itu diridhoi Tuhan Yang Maha Esa dan karenanya dapat menjadi kenyataan.
KEPEMIMPINAN ADALAH KUNCI PERBAIKAN
Sejak Reformasi bangsa Indonesia sudah mengalami tiga pemerintahan dengan tiga Presiden yang berbeda. Setiap kali ada pemerintah baru, setiap kali pula seluruh bangsa mempunyai harapan bahwa akan terjadi perbaikan. Terutama ketika Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI pertama yang benar-benar terpilih sesuai dengan UUD 1945. Akan tetapi kemudian selalu bangsa mengalami kekecewaan karena terbukti pemerintah yang diharapkan membawa perbaikan, tidak menghasilkan yang berarti dan malahan memperluas KKN dan merusak suasana bangsa.
Sebelum pemerintahan Abdurrahman Wahid terbentuk ada orang-orang yang banyak bicara tentang reformasi dan perbaikan ekonomi, bahkan hendak membebaskan Indonesia dari kungkungan IMF yang menjerat kehidupan bangsa. Akan tetapi orang-orang itu setelah diangkat sebagai menteri dan diharapkan membuktikan dengan tindakannya, ternyata tidak mampu melakukan hal yang yang memadai. Maka dapat dikatakan bahwa di Indonesia banyak orang pandai dan cerdas, bergelar akademik yang tinggi, tetapi dalam kenyataan mereka baru pandai dalam teori ilmunya dan masih jauh dari kemampuan menerapkannya dalam kehidupan yang nyata. Atau lebih parah lagi, yaitu hanya pandai bicara untuk menarik perhatian.
Sebab itu kunci bagi perbaikan keadaan yang parah di Indonesia bukan terletak pada orang-orang yang pandai dan cendekiawan belaka, melainkan baru dapat tercapai apabila berupa Kepemimpinan yang tepat untuk bangsa Indonesia. Seorang yang memenuhi syarat kepemimpinan itu memang memerlukan kepandaian dan kecerdasan, tetapi tidak sembarang orang pandai dan bergelar akademik tinggi memenuhi syarat kepemimpinan itu. Marilah kita melihat syarat-syarat apa yang diperlukan untuk menjalankan kepemimpinan yang tepat untuk Indonesia dewasa ini dan masa depan.
Pertama, kepemimpinan itu harus bersifat tegas. Tegas terhadap semua pihak dan terutama terhadap dirinya sendiri bahwa ia bertekad membawa Indonesia maju dan sejahtera. Ketegasan itu diperlukan untuk menegaskan bahwa harus ada disiplin dalam kehidupan, bahwa hukum harus berlaku di Indonesia. Itu berlaku untuk semua pihak, terutama bagi kalangan pemimpin dan lingkungannya serta keluarganya sehingga menjadi tauladan bagi pihak lain. Memang harus ada kebebasan dalam kehidupan, tetapi kebebasan itu bukannya tanpa batas dan tetap menjamin tertib dan damainya masyarakat.
Kedua, kepemimpinan harus ada keberanian moril dan fisik. Keberanian itu diperlukan untuk menetapkan hal-hal yang perlu terjadi, seperti pemberantasan KKN. Karena tidak mustahil banyak pihak akan terganggu kepentingannya dan melawan tindakan perbaikan itu, maka keberanian moril dan fisik itu penting sekali. Juga keberanian itu diperlukan untuk mengeluarkan ketentuan atau peraturan yang tidak populer tetapi dianggap perlu untuk jangka panjang kehidupan. Dalam kondisi bangsa yang sudah sekian lama hidup semau gue pasti diperlukan tindakan koreksi yang terasa keras bagi yang terkena tindakan. Tentu keputusan yang kurang populer sudah dipertimbangkan secara matang terlebih dahulu dengan melihat masalahnya dari semua sudut. Dengan begitu kesimpulannya tidak akan bertentangan dengan kepentingan umum, sekalipun mungkin tidak atau kurang disenangi untuk jangka pendek.
Ketiga, kepemimpinan harus konsisten dalam segala sepak terjangnya. Hanya dengan sikap konsisten itu dapat direbut kepercayaan rakyat banyak. Tidak mungkin menyerukan untuk hidup sederhana kalau dirinya dan lingkungannya selalu hidup mewah. Tidak mungkin membawa masyarakat berdisiplin kalau dirinya dan lingkungannya diketahui suka melanggar disiplin dan aturan. Sikap konsisten ini yang lambat laun akan membawa suasana baru di Indonesia, yaitu meninggalkan suasana di mana orang bergelut sendiri-sendiri untuk meraih kekayaan sebanyak mungkin, menjadi suasana masyarakat yang hidup teratur dalam kebersamaan yang harmonis.
Keempat, kepemimpinan harus selalu mengejar keberhasilan (achievement). Banyak bicara tidak menjadi soal asalkan juga disertai keberhasilan dari yang dibicarakan dan direncanakan. Malahan bicara juga penting untuk mengkomunikasikan pikiran dan kehendak kepada pihak lain. Akan tetapi kalau hanya pandai bicara, apalagi yang muluk-muluk serba akademis, tanpa ada keberhasilan yang sepadan, maka itu tidak banyak gunanya bagi masyarakat yang masih menghadapi begitu banyak persoalan. Selama Reformasi kita alami banyaknya orang yang suka bicara dan menonjolkan kepandaian teorinya, tetapi tidak menunjukkan bukti nyata dalam kehidupan. Pemimpin seperti itu menimbulkan kekecewaan dan menipiskan harapan. Apalagi berdebat dengan hebat dan muluk tentang ekonomi kerakyatan atau ekonomi IMF hanya membingungkan rakyat kalau tidak ada bukti diwujudkannya ekonomi yang menguntungkan rakyat banyak. Dalam mengejar keberhasilan itu disadari bahwa selalu perlu pendekatan yang bersifat holistik atau menyeluruh. Sekalipun pakar-pakar dapat mengajukan pandangan tentang bidangnya secara spesialistis, tetapi pemimpin harus mampu membawa dan melihat persoalan secara menyeluruh untuk memperoleh keputusan yang bijaksana.
Kelima, kepemimpinan harus menggunakan Pancasila sebagai dasar perjuangan dan bukan ideologi lain. Hanya Pancasila yang menjamin tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau menggunakan Syariat Islam sebagai dasar dengan alasan lebih dari 85 prosen penduduk Indonesia adalah umat Islam, maka Indonesia akan kehilangan yang 15 prosen. Padahal itu meliputi daerah-daerah seperti Bali, Papua atau Irian, mungkin Tapanuli Utara, Sulawesi Utara dan mungkin Tengah, banyak bagian Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Sebaliknya kalau menggunakan ideologi Barat seperti liberalisme yang begitu disukai kalangan cendekiawan dengan orientasi Barat, maka Indonesia akan kehilangan banyak kalangan umat Islam yang tidak mau hidup dalam lingkungan sekuler Barat. Maka hanya Pancasila yang dapat menjadi dasar yang realistis bagi Negara Kesatuan RI yang kokoh sentosa. Dalam lingkungan Pancasila semua umat beragama mempunyai kehidupan yang terjamin dan bahkan kemajuan umat Islam amat diperlukan sebagai mayoritas bangsa. Akan tetapi itu adalah umat Islam yang hidup dengan kualitas tinggi dalam keagamaan maupun dalam kemampuannya menyesuaikan diri dengan evolusi umat manusia, khususnya perkembangan sains dan teknologi. Pancasila sebagai dasar yang diwujudkan di Indonesia membangun Kemanusiaan yang tinggi, demikian pula demokrasi politik, ekonomi maupun sosial. Dengan Pancasila sebagai dasar, Negara RI dikembangkan sebagai nation state yang kokoh kuat dan sanggup hidup bersama serta berkompetisi dalam arena internasional yang penuh persaingan.
Inilah lima syarat yang diperlukan untuk Kepemimpinan yang dapat membawa Indonesia keluar dari kondisi parah dewasa ini. Tanpa kepemimpinan yang kokoh setiap pergantian pemerintahan hanya akan memperberat beban rakyat yang sudah besar. Memang tantangannya adalah apakah nanti pada tahun 2004 ketika diadakan pemilihan Presiden RI dapat tampil tokoh atau tokoh-tokoh yang mempunyai sifat kepemimpinan tersebut.
MENGHADAPI KONDISI INTERNASIONAL YANG BERAT
Bangsa Indonesia memerlukan kepemimpinan yang kuat untuk dapat menghadapi perkembangan internasional yang tidak mudah. Tanpa kepemimpinan yang kokoh Indonesia akan menjadi bola permainan belaka dan tidak mustahil hanya akan menjadi negara boneka dari negara yang kuat. Padahal dalam kondisi umat manusia dewasa ini tidak mungkin satu bangsa mengisolasi diri, sebab isolasi justru berarti kehancuran seperti yang dialami Myanmar. Sebab itu Indonesia harus mampu hidup dan jaya dalam kondisi dunia yang amat dinamis dan penuh persaingan.
Pertama, harus dapat menghadapi AS yang sekarang menjadi the single superpower atau negara adikuasa baik dalam militer maupun ekonomi. AS secara terang-terangan memainkan peran dan sikap hegemonik untuk menguasai dunia. Meskipun peran dan sikap demikian sudah dimulai sejak ada Perang Dingin, tetapi setelah Perang Dingin selesai perilakunya makin menjadi-jadi. Ia tidak segan-segan melakukan pergantian pimpinan bangsa atau regime change kalau pimpinan yang ada dinilai tidak sesuai dengan kepentingan AS. Tidak saja dengan cara damai, tetapi juga dengan jalan keras terbuka maupun tertutup. Hal itu sekarang sedang kita saksikan ketika AS menghendaki Saddam Husein hilang dari Irak. AS tidak segan-segan melakukan perang untuk mencapai tujuan itu, bahkan tanpa dukungan PBB dan sekalipun ditentang oleh banyak kalangan di dunia termasuk di negaranya sendiri. Sebelumnya telah dilakukan pergantian pimpinan Afghanistan dengan dalih bahwa Taliban yang memimpin Afghanistan terlibat dengan Al Qaeda dan Usama bin Laden yang dituduh menjadi biang keladi Tragedi WTC 11 September 2001. Akan tetapi buktinya perang yang dilancarkan di Afghanistan tidak menghancurkan Al Qaeda dan Usama bin Laden, melainkan menggantikan Taliban dengan pimpinan baru (Karzai) yang berpihak AS. Ini semua karena kepentingan AS untuk menguasai minyak dan gas bumi Timur Tengah dan Asia Tengah.
Apa yang dilakukan terhadap Afghanistan dan Irak dapat pula dilakukan terhadap Indonesia, kalau dinilai pimpinan Indonesia kurang sesuai dengan kepentingan AS. Hanya kepemimpinan di Indonesia yang kuat dan mendapat dukungan serta kepercayaan rakyat banyak yang mampu menghadapi perilaku hegemonok seperti itu
Kedua, globalisasi menimbulkan banyak persoalan kepada semua bangsa, khususnya bangsa yang sedang berkembang. Globalisasi sebagai salah satu proses evolusi umat manusia yang disebabkan oleh perkembangan sains dan teknologi tidak dapat dihindarkan oleh siapa saja. Akan tetapi kalau tidak pandai menghadapinya dapat menghanyutkan Negara dan bangsa, apalagi AS memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan hegemoniknya dengan memanfaatkan peran Bank Dunia, IMF dan WTO atau Organisasi Perdagangan Dunia yang semua dikuasainya. Untuk selamat dalam globalisasi setiap bangsa harus dapat memperkuat identitasnya agar tidak hanyut. Akan tetapi juga harus melakukan berbagai usaha untuk meraih kemahiran dan penonjolan sehingga tidak tertinggal dalam perjalanan umat manusia. Sebab kalau tertinggal akan menghadapi kesengsaraan dan kemiskinan yang tak terhingga sehingga tidak mustahil negara akan pecah berantakan. Dalam globalisasi terjadi berbagai perubahan yang serba cepat di segala aspek kehidupan. Untuk survive maka bangsa harus mempunyai daya saing yang tinggi yang diwujudkan oleh warga bangsa dalam segala aspek kehidupan. Sebab itu setiap bangsa harus mengejar mutu dalam setiap aspek tetapi juga pandai untuk cepat melakukan perubahan sesuai dengan perkembangan. Menghadapi AS dengan barisannya dalam Bank Dunia, IMF dan WTO setiap bangsa yang masih ingin mandiri harus dapat mengembangkan ekonominya sebaik-baiknya, seperti telah dibuktikan oleh RRC dan Malaysia. Sebab itu Indonesia perlu kepemimpinan yang kuat dan cerdas yang mampu meningkatkan mutu masyarakat agar dapat bersaing dan hidup langsung secara mandiri.
Ketiga, Indonesia harus menghadapi kenyataan makin berkembangnya komunikasi melalui Internet. Sekarang setiap orang dengan menggunakan komputer dan Internet dapat mengakses informasi dan pengetahuan apa saja dari seluruh dunia dan dilakukan dalam waktu cepat. Juga di Indonesia hal ini terus berkembang. Sebab kalau Indonesia tidak turut perkembangan itu akan tertinggal dalam globalisasi. Akan tetapi ini mengakibatkan makin menguatnya individualisme dan itu tidak dapat dibendung. Padahal di pihak lain terbukti bahwa pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang bermanfaat memerlukan pendekatan holistik atau menyeluruh dan tidak cukup hanya melihat masalah dari segi tertentu belaka. Oleh sebab itu harus pula dikembangkan kesadaran dalam masyarakat bahwa perlu ada kebersamaan. Pendekatan holistik atau menyeluruh dilakukan dan dibiasakan untuk menghadapi segala persoalan. Penyadaran kepada warga bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tetap diperlukan untuk kepentingan warga itu sendiri di samping untuk kepentingan umum.
Ini semua memerlukan kepemimpinan bangsa yang kuat tetapi arif bijaksana yang dapat mengembangkan pendidikan nasional secara luas dan bermutu.
Keempat, Indonesia harus menghadapi kenyataan bahwa di kalangan Islam Timur Tengah terjadi radikalisasi sebagai akibat blowback perilaku hegemonik AS dan radikalisasi itu mengambil jalan terorisme untuk melawan. Usama bin Laden yang tadinya kader CIA di Afghanistan untuk melawan Uni Soviet berubah melawan AS ketika melihat pasukan militer AS menduduki negaranya Saudi Arabia setelah Perang Teluk. Sebagai orang yang kaya ia kemudian membentuk organisasi Al Qaeda dan berhasil merekrut pemuda Arab yang marah kepada AS karena berbagai tindakannya, terutama karena memihak dan memenangkan Israel dalam sengketanya dengan Palestina. Maka mereka dapat memukul AS dengan cara teror, termasuk pukulan kepada WTC dan Pentagon pada 11 September 2001. Pukulan ini membuat AS marah dan menyatakan Perang terhadap Terorisme. Dan siapa yang tidak berpihak AS dianggap berpihak Terorisme.
Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar di dunia juga menjadi sasaran rekrutmen Al Qaeda. Dengan memanfaatkan emosi dan sentimen umat Islam Indonesia yang membenci AS karena sikapnya terhadap masalah Palestina, dapat ditarik banyak simpatisan. Selain itu di Indonesia sendiri terjadi radikalisasi Islam karena sikap pemerintah Orde Baru yang memarginalisasikan umat Islam. Meskipun radikalisasi tidak dengan sendirinya berarti menggunakan teror sebagai perlawanan, namun kalangan radikal Islam lebih mudah menjadi sasaran rekrutmen untuk melakukan terorisme. Hal itu terbukti dengan terjadinya pemboman di banyak kota Indonesia dan akhirnya ledakan bom di Kuta Bali pada bulan Oktober 2002.
Terjadinya radikalisasi di kalangan Islam tidak boleh merugikan Indonesia. Sebab itu kepemimpinan harus mengajak umat Islam Indonesia dan kaum pimpinannya untuk menyadarkan lingkungannya. Republik Indonesia memerlukan umat Islam yang maju dan bermutu. Sebaliknya umat Islam juga memerlukan Republik Indonesia jang kokoh kuat adil dan sejahtera untuk dapat mengembangkan kehidupan beragama yang baik. Sebab itu diusahakan agar makin berkurang terjadinya radikalisasi. Untuk itu pendidikan di kalangan umat Islam harus lebih diperhatikan arah dan mutunya. Khususnya pengertian Jihad harus dibawa kepada arah yang konstruktif dan tidak destruktif. Umat Islam harus makin maju dalam hidup keduniaan berupa sains, teknologi dan ekonomi agar makin kuat daya saingnya terhadap semua pihak. Dan kepemimpinan harus mengambil sikap tegas memberantas setiap bentuk terorisme, karena itu justru merugikan Islam.
Hanya kepemimpinan Indonesia yang kuat dan memenuhi syarat yang dapat mengerjakan hal ini dengan konsisten dan bermanfaat. Oleh sebab itu jelas sekali bahwa hanya dengan kepemimpinan bangsa yang memadai syaratnya Indonesia akan selamat, maju dan sejahtera. Sebaliknya tiadanya kepemimpinan tersebut dapat menjadikan Indonesia terancam kelangsungan hidupnya, baik sebagai Negara Kesatuan maupun sebagai bangsa.
Indonesia 5 tahun ke depan harus lebih baik dari sekarang. Harus mampu memecahkan permasalahan saat ini menuju pada kehidupan yang lebih baik. Inilah harapan yang digantungkan pada pemerintah yang akan terbentuk beberapa saat lagi. 
Rakyat menanti terwujudnya harapan ini. Semoga pemerintah dapat menggapainya. Banyak permasalahan yang dihadapi namun tersimpul dalam satu permasalahan yaitu masalah kebodohan dan kemiskinan. Sebagian besar bangsa ini tergolong kelompok bangsa yang bodoh dalam pengertian luas. Tidak sekadar pendidikan formal saja.
Dengan kebodohan tidak ada yang dapat dijadikan stimulus dalam menggerakan ekonomi. Akibat dari kebodohan dan kemiskinan, semua fungsi bekerja dengan sifat ketradisionalannya, efisiensi pun rendah sehingga bangsa ini tetap saja miskin. Oleh sebab itu, untuk masa mendatang, kebodohan dan kemiskinan harus diatasi bagi mendorong kesejahteraan.
Dengan kebodohan, kemiskinan dan ketradisionalannya maka bangsa ini tidak mampu memanfaatkan potensi ekonomi yang dimiliki secara optimal sehingga banyak potensi ekonomi yang terbiarkan terbengkalai. Dengan kondisi seperti itu, bangsa ini selalu mengambil jalan pintas agar potensi dapat dikerjakan/dimanfaatkan oleh pihak lain, yang memiliki kemampuan lebih.
Jalan pintas seperti ini tidak baik untuk Indonesia masa depan. Tidak muncul rasa tanggung jawab untuk mempertahankan potensi itu menjadi milik anak bangsa secara utuh. Sebagian potensi telah berada di tangan investor asing. Upaya mencoba dan percaya diri hampir tidak ada sehingga perekonomian menjadi tidak bergerak.
Tangan anak bangsa tidak mampu mengolah semua potensi ekonomi yang ada sehingga perekonomian berjalan tidak optimal dan terjadilah pengangguran. Betapa sumberdaya alam terbengkalai tidak disentuh, betapa sumberdaya manusia dibiarkan bermalas malas tanpa dimotivasi, betapa modal yang ada disimpan menjadi idle, betapa teknologi hanya dipakai untuk kebutuhan yang tidak produktif. 
Apa yang dapat diharapkan dengan kondisi seperti ini, terkecuali kembali ke sifat tradisional, pasrah dan mengambil jalan pintas, menyerahkan potensi itu digarap oleh bangsa lain. Bangsa menjadi tidak dinamis , berpikir jangka pendek serta bersifat konsumtif. Bangsa yang tingkat kesejahteraannya rendah cenderung memiliki karakter hidup seperti ini.
 Inilah tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, yang harus diselesaikan agar bangsa ini tidak berjalan mundur di tengah kemajuan bangsa bangsa lainnya. Menuju pada kehidupan yang lebih baik bisa terwujud jika ada upaya untuk menggerakan perekonomian sehingga terasa ada peningkatan dalam PDRB.
 Ada upaya untuk menekan tingkat pengangguran, menaikkan pendapatan perkapita anak bangsa melalui pemanfaatan potensi ekonomi secara optimal. Kita berdosa untuk meninabobokan anak bangsa dengan memberikan berbagai fasilitas kehidupan yang tidak bersifat produktif sehingga mereka menjadi malas dan pasrah tidak kreatif.
 Bangsa ini harus dibangun untuk kepentingan masa depan. Jika pemerintah hanya bekerja untuk menyelesaikan masalah sesaat, berjangka pendek seharusnyalah diubah menjadi yang berjangka panjang dan produktif.
 Biarkan bangsa ini hidup dalam kesulitan mengikuti perkembangannya pada saat ini sepanjang kehidupan anak cucu cemerlang pada masa mendatang. Inilah prinsip yang harus dipegang, yang dianggap rasional bagi membangun sebuah bangsa. Untuk masa mendatang, untuk mencapai harapan masa depan kiranya pemerintah dapat meninjau kembali pada kebijakan fiskal, kebijakan moneter maupun kebijakan ekonomi luar negeri yang selama ini dijadikan pegangan kerja pemerintah.
 Selama ini kita melihat, bagaimana suatu kebijakan fiskal yang tidak mampu menggerakan ekonomi nasional, bagaimana kita melihat kebijakan moneter yang hanya terpaku untuk kepentingan moneter saja tanpa memperhatikan gerak pembangunan ekonomi nasional dan bagaimana dengan kebijakan ekonomi luar negeri yang menjadikan negara ini sebagai pasar dari barang barang impor dan menjadikan negara ini sebagai lahan usaha investor luar negeri.
 Secara nyata, hal tersebut terus berjalan dan yang akan membikin kita gusar pada kehidupan anak cucu bangsa masa depan. Untuk masa depan pemerintah pun harus memperbanyak pembangunan infrastruktur yang berguna bagi mendorong kegiatan ekonomi nasional, yang proses pembangunannya mempergunakan potensi yang dimiliki seperti proyek Suramadu dan Tol Cipularang.
 Betapa kedua proyek ini, sejak dari tenaga kerja sampai semen, besi dan tenaga ahli lainnya mempergunakan apa yang dimiliki oleh bangsa ini dan pengaruhnya sangat besar terhadap kehidupan ekonomi nasional secara keseluruhannya. Ia berpengaruh ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage).
 Banyak proyek yang tumbuh ataupun berkembang dari kehadiran kedua proyek ini, yang menyangkut pada material/bahan/manusia yang terlibat di dalam pembuatannya. Proyek seperti inilah yang hendaknya menjadi pilihan pemerintah untuk masa lima tahun ke depan, bagi membangun masa depan bangsa ini, bagi meningkatkan PDRB, memperbanyak lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan dan daya beli.
 Untuk masa depan hendaknya pemerintah pun tidak terlalu berbaik hati kepada pemerintah daerah dengan mengalirkan dana ke daerah secara berlebihan. Pemerintah harus jeli bahwa ketidakefisienan penggunaan dana pembangunan berada di daerah.
 Mereka belum terbiasa bekerja dengan anggaran yang ketat sehingga dana itu terpergunakan untuk hal hal yang tidak /kurang produktif. Sebetulnya kemubaziran dana itu ada pada pemerintah daerah jika kita mau melihat dari kemampuan aparatnya dan tanggung jawab aparat terhadap penggunaan dana pembangunan.
 Kita yakin banyak pemerintah daerah yang baik, produktif dan efisien namun jumlah yang sebaliknya jauh lebih banyak lagi. Oleh sebab itu pengucuran dana ke daerah harus melalui prasyarat ketat agar hasil pajak itu tidak terbuang percuma.
 Jangan sampai wajib pajak tidak melihat hasil sumbangannya kepada negara ini. Biarkan mereka (pemerintah daerah) bekerja sesuai dengan kemampuannya, sesuai dengan proposal yang mereka ajukan saat mereka meminta untuk memiliki pemerintah daerah yang sifatnya otonom.
 Untuk masa depan hendak, pemerintah dapat mensinkronisasikan dan mensinergikan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan ekonomi luar negeri secara tepat, dengan satu niat membangun ekonomi bangsa untuk masa depan.
 Jangan terlalu kaku dengan kebijakan deficit spending sepanjang itu dipergunakan untuk hal yang produktif, jangan hanya berpikir untuk menekan tingkat inflasi jika akibatnya pembangunan berjalan tidak lancar, jangan hanya mengandalkan pada kekuatan ekonomi luar negeri saja karena di dalam negeri kekuatan itu juga ada.
Memikirkan masa depan sangatlah strategis jika dilihat pada persaingan antarbangsa yang semakin ketat, kebutuhan bangsa (demand) yang semakin banyak dan melebar/ bervariasi, tantangan yang semakin kuat serta sumberdaya alam dan lingkungan yang semakin terdegradasi. Selamat hari ulang tahun ke-64 Republik Indonesia. Sejahteralah bangsaku.

sumber:
http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1188
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=47412:harapanindonesia-5-tahun-kedepan&catid=25:artikel&Itemid=44

Tidak ada komentar:

Posting Komentar